Jakarta akan tenggelam pada 2012 menyita perhatian banyak pihak. Karakteristik tanah yang tak stabil membuat Ibu Kota ini terancam mengalami kejadian secara sporadis.
Peneliti dari Indonesia Water Institut (IWI) Firdaus Ali mengatakan, untuk mendapatkan tanah keras di Jakarta harus di kedalaman 25 sampai 40 meter. Jadi, lanjut dia, saat ini mayoritas masyarakat Jakarta berada di atas permukaan lumpur.
“Semakin lama akan menjadi penurunan dan itu sangat berbahaya. Penyebab lainnya adalah beban bangunan di Jakarta saat ini terlalu besar,” ujar Firdaus.
Dia menambahkan, gerakan tektonik sangat berpengaruh pada kondisi tanah Jakarta. Kendati skala gerakan terbilang kecil, namun hal tersebut cukup berpengaruh kepada pergeseran tanah di Jakarta sebesar 87 persen.
“Faktor yang terpenting adalah penggunaan air tanah yang berlebihan. Hal ini memberikan pengaruh sebesar 17 persen. Pengaruhnya memang kecil, tapi jika tidak segera ditanggulangi akan berakibat besar. Persoalan ini sering dikesampingkan,” tandas akademisi Universitas Indonesia ini.
Firdaus mengulas, Mexico City dan Bangkok juga pernah mengalami masalah seperti ini. Namun, mereka langsung tanggap dan langsung diatasi. Kala itu, Mexico City butuh waktu 40 tahun untuk mengalihkan penggunaan air bawah tanah ke air permukaan.
”Saat ini kondisi paling rawan memang Jakarta Utara. Di sana jika ingin membuat bangunan tiang pancangnya paling tidak harus sampai 40 meter. Selain itu, Jakarta Pusat juga rawan. Ini dikarenakan penggunaan air bawah tanah yang berlebihan,” pungkasnya.
Sejumlah pakar berpendapat, pembangunan yang terjadi di telah merusak lingkungan. Akibatnya, Ibukota Negara ini terancam akan tenggelam dalam beberapa kurun waktu.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) berpendapat, peristiwa ambrolnya jalan raya di Jalan RE Martadinata akibat kebijakan pemerintah yang selama ini salah urus terhadap tata ruang wilayah Jakarta. Akibatnya, Jakarta rentan dengan banjir rob dan penurunan tanah.
”Seharusnya pemerintah memprioritaskan wilayah Jakarta Utara, tetapi selama ini ada kesan pembiaran. Selain itu, kebijakan pemerintah juga tidak akrab dengan lingkungan,” ujar Direktur Eksekutif Walhi Jakarta, Ubaidillah, saat dikonfirmasi okezone, baru-baru ini.
Saat ini saja, lanjut dia, sebanyak 40 persen wilayah Jakarta berada dibawah permukaan laut. Hal ini akan terus meluas jika pemerintah lamban dalam menanggapinya.
”Pencurian air bawah tanah menjadi salah satu penyebabnya. Selain itu, faktor eksploitasi air tanah secara besar-besaran oleh industri besar tidak pernah terkontrol oleh pemerintah. Saya rasa kalau pemakaian oleh warga masih sedikit, tapi industri yang lebih banyak,” tandasnya.
Selama ini, lanjut Ubai, air hujan tidak dapat terserap dengan baik dikarenakan ada pengubahan permukaan tanah dan ruang terbuka hijau kian menipis, sehingga saluran tidak berfungsi. Air bawah tanah di Jakarta, kata dia, mengalami divisit hingga 66,6 juta meter kubik per tahun.
Soal kejadian penurunan tanah, Walhi menilai pemerintah hanya melakukan tambal sulam saja, dan tidak tidak ada pengaruh yang berarti. Karenanya, dibutuhkan semacam gerakan besar untuk lebih memperhatikan lingkungan.
“Saya melihat contohnya, jalan kalau ada yang rusak sengaja dibiarkan oleh pemerintah paling diperbaiki hanya sedikit, hal ini agar mereka terus mendapat proyek. Karena itu, harus ada langkah besar seperti perbaikan drainase dan sebagainya,” pungkas Ubaidillah.
Sekitar 2.000 pulau dari 17.504 buah pulau yang ada di wilayah Indonesia, terancam tenggelam menyusul pemanasan global yang terus terjadi di dunia.
Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi, mengatakan beradasarkan hasil penelitian dan inventarisir ke 2.000 pulau tersebut merupakan pulau yang yang berada di permukaan laut rendah.
"Dari hasil penelitian rentang 10 tahun kedepan diprediksi 2.000 buah pulau di Indonesia akan tenggelam, jika pemanasan global terus berlangsung," ujar Freddy kepada wartawan usai memberikan kuliah umum kepada mahasiswa Widyatama, di Kampus WIdyatama Bandung, hari Jumat kemarin. (02/10).
Menurut Fredi, pulau-pulau yang akan tenggelam adalah pulau-pulau jika ada kenaikan air laut sekitar 1 meter hingga 2 meter beberapa pulau atau daerah pesisir tergenang air pasang.
"Dari 2.000 pulau yang terancam tenggelam 10% nya merupakan pulau yang berpenghuni. Kebanyakan pulau yang akan tenggelam berada di pantai utara Jakarta, Riau dan Jawa," ucap Fredi.
Fredi menambahkan, pihaknya akan melakukan langkah evakuasi penduduk secepatnya ke pulau lain jika gejala akan tenggelamnya suatu pulau terjadi.
Sejumlah kawasan di Jakarta terancam akan tenggelam jika pemerintah tidak segera mengantisipasi. Hal tersebut dikarenakan beberapa lahan Jakarta bersifat labil.
Menurut keterangan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta, Ubaidillah, beberapa daerah yang terancam tenggelam adalah kawasan yang berada di pinggiran laut."Di antaranya Cilincing, Tanjung Priok, Pademangan, Kampung Bandan, Gunung Sahari, Teluk Gong, dan Pasar Ikan," ujar Ubaidillah kepada okezone belum lama ini.
Menurut Ubai, sejumlah praktisi lainnya memiliki pendapat yang sama. Bahkan, hal ini kerap dimunculkan ke media. Sayang, lanjut dia, respons pemerintah dalam menyikapi persoalan ini terkesan tidak serius.
"Jadi kami mohon sebelum rencana tata ruang tahun berikutnya disahkan, tolong ada perbaikan terlebih dahulu karena ruang terbuka hijau semakin sedikit. Selain itu, penanaman pohon harus lebih ditingkatkan terutama daerah Pluit dan Ancol," tandasnya.
Merujuk kepada UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang RTH, minimal 30 persen dari wilayah harus merupakan kawasan terbuka hijau. Namun, di Jakarta saat ini baru sekira sembilan persen, itu pun termasuk danau di Universitas Indonesia dan perkemahan di Cibubur.
"Saya kira rencana tata ruang yang baru tidak patut disahkan jika masih tidak memperdulikan lingkungan," tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar