Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) mengirim biji tomat ke Jepang untuk diikutkan dalam misi penerbangan Jepang ke Stasiun Antariksa Internasional. Kapsul milik Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA) yang membawa sampel tersebut akan diluncurkan dari Tanegashima, Jepang, pada Sabtu (22/1/2011).
Koordinator program dari Lapan, Ratih Dewanti, Kamis (20/1/2011) di Jakarta, mengatakan, selain Indonesia, tiga negara Asia Tenggara lain, yaitu Malaysia, Thailand, dan Vietnam, juga mengirim bijian dari negerinya, antara lain biji cabai.
Pengiriman sumber hayati ini merupakan bagian dari kegiatan kerja sama multilateral Asia Pacific Regional Space Agency Forum (APRSAF) yang antara lain bertujuan untuk meningkatkan minat generasi muda pada bidang keantariksaan. Forum yang diprakarsai JAXA ini diikuti lembaga antariksa dari Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, Korea, dan India.
Sampel biji tomat sumbangan dari Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati FMIPA Institut Teknologi Bandung seberat 100 gram atau 500-800 biji.
Biji tomat asal Lembang ini dalam kondisi kering dan steril lalu dimasukkan dalam kantong plastik khusus yang diberikan JAXA, kata Fenny Dwianti dari institut tersebut.
Sampel akan ditempatkan di antariksa selama dua bulan. Pengembalian sampel ke Indonesia akan melalui Amerika Serikat karena wahana ruang angkasa pembawa kapsul akan mendarat di Bandara John F Kennedy, lanjut Ratih, yang juga Kepala Biro Humas Lapan.
Pengembalian sampel ke Indonesia menggunakan pesawat terbang komersial akan melibatkan pihak Kedutaan Besar RI di AS.
Libatkan sekolah Untuk memenuhi tujuan program, sampel biji tomat akan dibagikan ke sekolah menengah pertama (SMP). Sebanyak 50 sekolah akan diikutkan pada program ini. Seleksi sekolah peserta riset akan melibatkan Pusat Peragaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta Kementerian Pendidikan Nasional.
Biji itu akan ditanam dan disandingkan dengan biji tomat yang tidak mendapat perlakuan tersebut. Tanaman hortikultura ini masa tanamnya tiga bulan.
Para siswa yang terpilih mengikuti penelitian itu di setiap sekolah kemudian diminta membuat laporannya. "Dengan mengetahui tingkat pertumbuhan tanaman ini, siswa dapat mengenal dampak lingkungan antariksa sehingga terdorong untuk melakukan penelitian selanjutnya," kata Ratih.
Penempatan biji di lingkungan tanpa pengaruh gravitasi itu, menurut perkiraan Fenny, akan memengaruhi pertumbuhan tanaman. Hal itu disebabkan dalam kondisi tanpa gravitasi, sirkulasi udara secara mikroskopis pada sampel akan terhambat.
Pengiriman sumber hayati ini merupakan bagian dari kegiatan kerja sama multilateral Asia Pacific Regional Space Agency Forum (APRSAF) yang antara lain bertujuan untuk meningkatkan minat generasi muda pada bidang keantariksaan. Forum yang diprakarsai JAXA ini diikuti lembaga antariksa dari Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, Korea, dan India.
Sampel biji tomat sumbangan dari Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati FMIPA Institut Teknologi Bandung seberat 100 gram atau 500-800 biji.
Biji tomat asal Lembang ini dalam kondisi kering dan steril lalu dimasukkan dalam kantong plastik khusus yang diberikan JAXA, kata Fenny Dwianti dari institut tersebut.
Sampel akan ditempatkan di antariksa selama dua bulan. Pengembalian sampel ke Indonesia akan melalui Amerika Serikat karena wahana ruang angkasa pembawa kapsul akan mendarat di Bandara John F Kennedy, lanjut Ratih, yang juga Kepala Biro Humas Lapan.
Pengembalian sampel ke Indonesia menggunakan pesawat terbang komersial akan melibatkan pihak Kedutaan Besar RI di AS.
Libatkan sekolah Untuk memenuhi tujuan program, sampel biji tomat akan dibagikan ke sekolah menengah pertama (SMP). Sebanyak 50 sekolah akan diikutkan pada program ini. Seleksi sekolah peserta riset akan melibatkan Pusat Peragaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta Kementerian Pendidikan Nasional.
Biji itu akan ditanam dan disandingkan dengan biji tomat yang tidak mendapat perlakuan tersebut. Tanaman hortikultura ini masa tanamnya tiga bulan.
Para siswa yang terpilih mengikuti penelitian itu di setiap sekolah kemudian diminta membuat laporannya. "Dengan mengetahui tingkat pertumbuhan tanaman ini, siswa dapat mengenal dampak lingkungan antariksa sehingga terdorong untuk melakukan penelitian selanjutnya," kata Ratih.
Penempatan biji di lingkungan tanpa pengaruh gravitasi itu, menurut perkiraan Fenny, akan memengaruhi pertumbuhan tanaman. Hal itu disebabkan dalam kondisi tanpa gravitasi, sirkulasi udara secara mikroskopis pada sampel akan terhambat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar