a. Pengertian Diksi
Diksi adalah pilihan kata, maksudnya kita memilih kata yang tepat untuk menyatakan sesuatu. Sebagai sarana untuk mengaktifkan kegiatan berbahasa (komunikasi) yang dilakukan seseorang untuk menyampaikan maksud serta gagasannya kepada orang lain.
Hal-hal yang mempengaruhi:
* Menghasilkan komunikasi puncak tanpa salah penafsiran atau makna.
* Menghasilkan respon pembaca sesuai dengan penulisannya.
* Menghasilkan target komunikasi yang di harapkan.
* Mengkomunikasikan gagasan berdasarkan pilihan kata yang tepat dan sesuai kaidah bahasa Indonesia.
Syarat-syarat yang harus dimiliki oleh pengguna bahasa antara lain:
* Membedakan makna konotasi dan denotasi dengan tepat.
* Membedakan dengan cermat makna kata yang hampir bersinonim.
* Membedakan dengan cermat kata yang mirip ejaannya.
* Menggunakan dengan cermat kata yang bersinonim.
* Menggunakan imbuhan asing harus memahami maknanya secara tepat.
* Menggunakan kata-kata idiomatik berdasarkan susunan yang benar.
* Menggunakan kata umum dan juga kata khusus secara cermat.
* Menggunakan kata yang merubah makna dengan tepat.
* Menggunakan kata abstrak dan kongkrit secara tepat dan cermat.
* Tidak menafsirkan makna kata secara subjektif berdasarkan pendapat sendiri.
- Ejaan
Ejaan merupakan kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf/serta penggunaan tanda baca. Tiap negara mempunyai aturan ejaan tersendiri dalam melambangkan bunyi-bunyi bahasa di negaranya. Demikian juga di Indonesia, tercatat ada 6 sejarah ejaan yang pernah dikenal di Indonesia. Dari enam ejaan tersebut, 3 ejaan pernah diberlakukan bahkan salah satunya tetap dipakai sampai saat ini (EYD), dan 3 ejaan lainnya belum sempat diterapkan atau dipakai di Indonesia karena berbagai faktor.
Ejaan yang pertama dikenal mulai berlaku pada tahun 1901. Ejaan tersebut dikenal dengan Ejaan Bahasa Melayu dengan huruf latin, yang disebut juga dengan Ejaan Van Ophuysen. Van Ophusyen merancang ejaan itu dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan Ma'moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim.
Hal-hal yang menonjol dalam ejaan Van Ophuysen adalah sebagai berikut:
a. Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang.
b. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer.
c. Tanda diakritik, seperti koma ain, hamzah dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma'moer, 'akal, ta', dinamai'.
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, ejaan Van Ophuysen mengalami beberapa perubahan. Pada tanggal 19 Maret 1947, Mr. Soewandi yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan Republik Indonesia meresmikan ejaan baru yang dikenal dengan Ejaan Republik. Beberapa lambang yang tampak pada Ejaan Republik tersebut adalah sebagai berikut.
a. Huruf oe diganti dengan u, seperti pada guru, itu, umur.
b. Bunyi Hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k, seperti pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat.
c. Kata ulang boleh ditulis dengan angka-2, seperti anak2 (anak-anak), ber-jalan2 (berjalan-jalan), ke-barat2-an (kebarat-baratan).
d. Awalan di- dan kata depan di, kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, seperti kata depan di pada dirumah, dikebun, disamakan dengan imbuhan di- pada ditulis, dikarang.
Pada Kongres II Bahasa Indonesia tahun 1954 di Medan, Prof. Dr. Prijono mengajukan Pra-saran Dasar-Dasar Ejaan Bahasa Indonesia dengan Huruf Latin. Isi dasar-dasar tersebut adalah perlunya penyempurnaan kembali Ejaan Republik yang sedang dipakai saat itu. Namun, hasil penyempurnaan Ejaan Republik ini gagal diresmikan karena terbentur biaya yang besar untuk perombakan mesin tik yang telah ada di Indonesia.
Usaha penyempurnaan ejaan terus dilakukan, termasuk bekerja sama dengan Malaysia dengan rumpun bahasa Melayunya pada Desember 1959. Dari kerja sama ini, terbentuklah Ejaan Melindo yang diharapkan pemakaiannya berlaku di kedua negara paling lambat bulan Januari 1962. Namun, perkembangan hubungan politik yang kurang baik antar dua negara pada saat itu, ejaan ini kembali gagal diberlakukan.
Pada awal Mei 1966 Lembaga Bahasa dan Kesusastraan (LBK) yang sekarang menjadi Pusat Bahasa kembali menyusun Ejaan Baru Bahasa Indonesia. Namun, hasil perubahan ini juga tetap banyak mendapat pertentangan dari berbagai pihak sehingga gagal kembali.
Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan ejaan baru, yang lebih dikenal dengan Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Ejaan baru ini tetap dipakai sampai saat ini, dan tentunya telah mengalami revisi agar lebih sempurna.
Berikut ini beberapa perbedaan dari ketiga ejaan yang digunakan tersebut.
- Ejaan Van Ophuysen
- Ejaan Soewandi
- Ejaan yang Disempurnakan
oe goeroe, itoe, oemoer
u guru, itu, umur
dj djalan, djauh
j jalan, jauh
j pajung, laju
y payung, layu
nj njonja, bunji
ny nyonya, bunyi
sj isjarat, masjarakat
sy isyarat, masyarakat
tj tjukup, tjutji <
c cukup, cuci
Perubahan yang cukup mendasar pada EYD, yaitu:
a. tidak dipergunakannya lagi angka 2 untuk menuliskan bentuk ulang
b. perubahan penulisan huruf j menjadi y, dj menjadi j, nj menjadi ny, ch menjadi kh, tj menjadi c, dan sj menjadi sy.
- Inilah Kata-kata yang Sering Dihamburkan dalam ejaan/EYD
Tulisan “Hindari Pemborosan Kata” menampilkan beberapa kalimat yang mengandung pemborosan, yang sebenarnya dapat dihilangkan agar membuat kalimat menjadi efektif.
Berikut adalah daftar kata atau frasa yang sering dipakai tidak hemat tetapi banyak dijumpai penggunaannya.
Boros:
1. sejak dari
2. agar supaya
3. demi untuk
4. adalah merupakan
5. seperti … dan sebagainya
6. misalnya … dan lain-lain
7. antara lain … dan seterusnya
8. tujuan daripada
9. mendeskripsikan tentang
10. berbagai faktor-faktor
11. daftar nama-nama
12. mengadakan penelitian
13. dalam rangka untuk
14. berikhtiar dan berusaha untuk memberikan pengawasan
15. mempunyai pendapat
16. melakukan pemeriksaan
17. menyatakan persetujuan
18. Apabila …, maka
19. Walaupun …, namun
20. Berdasarkan …, maka
21. Karena … sehingga
22. Namun demikian,
23. sangat … sekali
Hemat:
1. sejak atau dari
2. agar atau supaya
3. demi atau untuk
4. adalah atau merupakan
5. seperti atau dan sebagainya
6. misalnya atau dan lain-lain
7. antara lain atau dan seterusnya
8. tujuan tanpa daripada
9. mendeskripsikan tanpa tentang
10. berbagai faktor
11. daftar nama
12. meneliti
13. untuk tanpa dalam rangka
14. berusaha mengawasi
15. berpendapat
16. memeriksa
17. menyetujui
18. Apabila …, tanpa kata penghubung
19. Walaupun …, tanpa kata namun
20. Berdasarkan …, tanpa maka
21. Karena … tanpa sehingga, atau sehingga tanpa karena …
22. Namun, tanpa demikian atau Walaupun demikian
23. sangat tanpa sekali, atau sekali tanpa sangat
- Contoh beberapa kesalahan pada ejaan dan alasannya dalam kutipan artikel :
1. Mungkir atau Pungkir ?
Perhatikan kalimat berikut yang saya temukan pada sebuah artikel berita.
Namun, tak bisa dimungkiri, pemberian izin bagi pemda untuk mendapatkan saham merupakan salah satu alternatif yang paling baik untuk menyelesaikan pelbagai perselisihan antara pusat dan daerah. (Tempo Interaktif)
Perhatikan pula kalimat berikut.
Tidak bisa dipungkiri banyak putusan pengadilan yang kurang memenuhi rasa keadilan masyarakat karena, misalnya, dicapai dengan kongkalikong antara hakim dan pihak berperkara. (Tempo Interaktif)
Kalimat pertama menggunakan kata “dimungkiri”, sementara kalimat kedua memakai kata “dipungkiri”. Mana yang benar?
Mungkir dapat berarti tidak mengakui, menolak, menyangkal. Inilah kata yang baku. Lalu, bagaimana dengan kata pungkir? Pungkir adalah kata yang tidak baku dari kata mungkir sehingga kita sebaiknya mengatakan “tak bisa dimungkiri”, bukan “tak bisa dipungkiri”.
2. Standarisasi atau Standardisasi ?
Anda tentu memerhatikan, kata standarisasi bersaing pemakaiannya dengan kata standardisasi. Misalnya saja, sebuah badan negara menggunakan kata standardisasi sementara ada juga lembaga pendidikan tinggi yang menggunakan kata standarisasi.
Kata yang kita permasalahkan ini berasal dari bahasa Inggris, standardization (atau ada juga yang menulis standardisation). Kata asalnya adalah standard yang kita serap menjadi kata standar. Sementara kata standardization kita serap menjadi standardisasi, bukan standarisasi.
Mungkin ada yang bertanya, “Mengapa bukan standarisasi yang benar? Bukankah kata standar jika diberi akhiran -isasi akan menjadi standarisasi?”
Jawabannya adalah karena akhiran -isasi adalah akhiran asing yang tidak dikenal dalam bahasa Indonesia sehingga harus diserap sebagai bagian kata yang utuh. Dengan demikian, kita harus menyerap kata tersebut dari bentuk asalnya, yakni standardization, menjadi standardisasi seperti juga pada kata implemen dan implementasi.
3. Mengkedepankan, Akuntabiliti
www.riaupos.com: Gubri: Penuhi Janji kepada Masyarakat, paragraf ke-9:
Gubri mengimbau kepada wli kota dan wkil wali kota pilihan rakyat, agar dalam menjalankan roda pemerintahaan mengkedepankan partisipatif masyarakat serta transparan dan mempertibangkan akuntabiliti dalam menyusun program kerja.
Kata yang benar: walikota, mengedepankan, akuntabilitas.
Beberapa kata sepertinya salah ketik, tetapi sangat disayangkan karena kesalahan ketik ini bertebaran di mana-mana. Hal yang tidak patut untuk ukuran sebuah koran.
Oh ya, kalau ada yang bertanya, kata “mengimbau” sudah benar. Kata yang baku adalah “imbau” sehingga kata turunannya adalah mengimbau, diimbau, imbauan.
- Diksi
Diksi atau pilihan kata kehadirannya sangat dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Saat berbicara pun tanpa kita sadari kita sudah menggunakan pilihan-pilihan kata yang membentuk sebuah kalimat untuk disampaikan kepada orang lain, sehingga orang lain mengerti akan apa yang ingin kita utarakan. Diksi berarti merujuk pada pemilihan kata dan gaya ekspresi oleh penulis atau pembicara. Yang lebih umum, diksi digambarkan sebagai enunsiasi kata - seni berbicara jelas sehingga setiap kata dapat didengar dan dipahami hingga kompleksitas dan ekstrimitas terjauhnya, ditekankan pada pengucapan dan intonasinya. Diksi bukan hanya berarti pilih memilih kata tetapi juga digunakan untuk menyatakan gagasan atau menceritakan peristiwa tetapi juga meliputi persoalan gaya bahasa, ungkapan-ungkapan dan sebagainya.
Diksi memiliki beberapa bagian, yaitu pendaftaran - kata formal atau informal dalam konteks sosial - adalah yang utama. Analisis diksi secara literal menemukan bagaimana satu kalimat menghasilkan intonasi dan karakterisasi, contohnya penggunaan kata-kata yang berhubungan dengan gerakan fisik itu menggambarkan karakter yang aktif, sementara penggunaan kata-kata yang berhubungan dengan pikiran menggambarkan karakter yang introspektif. Diksi juga memiliki dampak terhadap pemilihan kata dan sintaks.
Agar dapat menghasilkan pengungkapan yang menarik melalui pilihan kata maka diksi yang baik harus memenuhi syarat-syarat, yaitu:
• Ketepatan dalam pemilihan kata dalam menyampaikan suatu gagasan.
• Seorang pengarang harus mempunyai kemampuan untuk membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa bagi pembacanya.
• Menguasai berbagai macam kosakata dan mampu memanfaatkan kata-kata tersebut menjadi sebuah kalimat yang jelas, efektif dan mudah dimengerti.
Syarat-syarat pemilihan kata :
• Dapat membedakan antara denotasi dan konotasi
Misalnya :
- Monyet itu kurus sekali.
- Dasar monyet kamu itu!
• Dapat membedakan kata-kata yang hampir mirip dalam ejaannya
Misalnya :
- Karton - Kartun
- Intensif – Insentif
• Dapat memahami makna kata-kata abstrak dan kata konkrit.
Kata abstrak :
Jika kata itu bermakna sifat, keadaan dan kegiatan. Contoh : Ketulusan, Kebodohan, Kepandaian, Kecintaan dan lain-lain.
Kata konkrit :
Jika kata itu bermakna pada suatu benda, orang atau apa saja yang mempunyai eksistensi.
Misalnya : Mobil, Motor, Rumah dan lain-lain.
Contoh :
- Ketulusan hatinya membuat dia akhirnya luluh.
- Ayah baru membeli motor kemarin.
• Dapat memakai kata penghubung yang berpasangan secara tepat.
Contoh :
- Antara aku dan dia tidak terjadi apa-apa.
- Baik menang maupun kalah itu sama saja.
- Bukannya saya tidak percaya, tetapi saya agak ragu akan kemampuannya.
• Dapat membedakan kata-kata umum dengan kata-kata khusus.
Contoh :
- Kata umum : melihat,
- Kata khusus : menatap, memandang, melotot, membelalak, melirik, memperhatikan, menonton.
Diksi terdiri dari delapan elemen yaitu : fonem, silabel, konjungsi, hubungan, kata benda, kata kerja, infleksi, dan uterans.
Macam macam hubungan makna :
1. Sinonim.
Merupakan kata-kata yang memiliki persamaan / kemiripan makna. Sinonim sebagai ungkapan (bisa berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan makna ungkapan lain. Contoh: Kata buruk dan jelek, mati dan wafat.
2. Antonim.
Merupakan ungkapan (berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya dianggap kebalikan dari makna /ungkapan lain. Contoh: Kata bagus berantonim dengan kata buruk; kata besar berantonim dengan kata kecil.
3. Polisemi.
Adalah sebagai satuan bahasa (terutama kata atau frase) yang memiliki makna lebih dari satu. Contoh: Kata kepala bermakna ; bagian tubuh dari leher ke atas, seperti terdapat pada manusia dan hewan, bagian dari suatu yang terletak di sebelah atas atau depan, seperti kepala susu, kepala meja,dan kepala kereta api, bagian dari suatu yang berbentuk bulat seperti kepala, kepala paku dan kepala jarum dan Iain-lain.
4. Hiponim.
Adalah suatu kata yang yang maknanya telah tercakup oleh kata yang lain, sebagai ungkapan (berupa kata, frase atau kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna suatu ungkapan. Contoh : kata tongkol adalah hiponim terhadap kata ikan, sebab makna tongkol termasuk makna ikan.
5. Hipernim.
Merupakan suatu kata yang mencakup makna kata lain.
6. Homonim.
Merupakan kata-kata yang memiliki kesamaan ejaan dan bunyi namun berbeda arti.
7. Homofon.
Merupakan kata-kata yang memiliki bunyi sama tetapi ejaan dan artinya berbeda.
8. Homograf.
Merupakan kata-kata yang memiliki tulisan yang sama tetapi bunyi dan artinya berbeda.
Pembentukan Istilah dan Definisi
Istilah merupakan kata atau gabungan kata yang mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan atau sifat yang khas dalam bidang tertentu. Tata istilah adalah peraturan pembentukan istilah dan kumpulan istilah yang dihasilkan dari istilah tersebut.
Syarat pembentukan istilah yang baik yaitu sebagai berikut :
• Paling singkat diantara pilihan yang ada.
• Bentuknya sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.
• Tepat menggunakan konsep yang dimaksud.
• Penggunaan katanya tepat sehingga enak didengar.
• Sumber bahasa.
Istilah Khusus dan Istilah Umum.
Istilah khusus merupakan istilah yang pemakaiannya bermakna terbatas pada satu bidang tertentu. Sedangkan istilah umum adalah istilah yang menjadi unsur bahasa yang digunakan secara umum.
Contoh: Istilah khusus : Diagnosis, Pidana.
Istilah Umum : Daya, penilaian.
- Kata Baku dan Tidak Baku dalam Bahasa Indonesia.
Dalam kehidupan sehari-hari terkadang tanpa disadari kita menggunakan kata-kata tidak sesuai dengan ejaan dalam Bahasa Indonesia. Salah satu atau dua ejaan kata dalam tulisan kita mungkin sah-sah saja bagi umum, namun tidak halnya bagi dosen atau guru bahasa indonesia. Ejaan yang baku sangat penting untuk dikuasai dan digunakan ketika membuat suatu karya tulis ilmiah. Ejaan baku adalah adalah ejaan yang benar, sedangkan ejaan tidak baku adalah ejaan yang tidak benar atau ejaan salah. Untuk mengetahui bahwa kata pada kalimat yang kita tulis tidak menyalahi aturan ejaan baku dan ejaan tidak baku yaitu cukup dengan membuka buku kamus bahasa indonesia yang terkenal baik yang dikarang oleh yang baik pula sebagai referensi.
Contoh Kamus Besar Bahasa Indonesia karangan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Contoh ejaan baku dan ejaan tidak baku :
Ejaan Baku, Ejaan Tidak Baku :
Apotek, Apotik
Asasi, Azasi
Izin, Ijin
Sentosa, Sentausa
Kalau, Kalo
Atlet, Atlit
Insaf, Insyaf
Durian, Duren
Rapot, Rapor
Bahasa terdiri atas beberapa tataran gramatikal antara lain kata, frase, klausa, dan kalimat. Kata merupakan tataran terendah & kalimat merupakan tataran tertinggi. Ketika kita menulis, kata merupakan kunci utama dalam upaya membentuk tulisan. Oleh karena itu, sejumlah kata dalam Bahasa Indonesia harus dipahami dengan baik, agar ide dan pesan seseorang dapat mudah dimengerti. Dengan demikian, kata-kata yang digunakan untuk berkomunikasi harus dipahami dalam konteks alinea dan wacana. Kata sebagai unsur bahasa, tidak dapat dipergunakan dengan sewenang-wenang. Akan tetapi, kata-kata tersebut harus digunakan dengan mengikuti kaidah-kaidah yang benar.
Dewasa ini banyak sekali ditemukan tulisan tulisann yang tidak/mengesampingkan tanda baca dan ejaan yang tepat, bahkan banyak diantaranya yang menggunakan bahasa aneh yang sulit untuk dibaca, apalagi untuk dimengerti. Mungkin sering kita temui kata-kata tersebut di jejaring-jejaring sosial (contoh: 0hh.. Di ot yah?? Cyn udh puna cwo.. Qt kpn yah nyusul c cyn..
Нɑнªªнɑ=Dнªªнaɑº°˚ ˚°ºªª≈=)) =))Najizz u,,) kata-kata tersebut sangat sulit untuk dibaca, dan parahnya penulisan tersebut semakin populer dan semakin tidak terkendali. Ini sangat mengganggu dan tidak sesuai dengan pencitraan Bahasa Indonesia yang baik.
Kesimpulan dari tulisan ini adalah bahwa Ejaan dan Diksi angat berpengaruh terhadap penulisan atau pengucapan dalam berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Oleh karena itu seharusnya kita sebagai warga Indonesia memperhatikan hal-hal yang sederhana ini karena kita sebagai generasi penerus bangsa harus bisa menjaga kehormatan Bahasa Indonesia itu sendiri.
Saran : kurangi penggunaan huruf yang tidak tepat karena sangat mengganggu kenyamannnan pembacanya.
- Contoh tulisan dan pembedahan Kalimat nya :
Test Kejiwaan
ada 3 orang gila
yang pertama namanya 1: mimin 2: andi 3: rojak
Hari pertama mereka dites dan ditaruh dipadang pasir.
Si mimin bawa kipas,
si andi bawa AC,
si rojak bawa pintu mobil.
andi : min lo bawa apaan ?
mimin; gue bawa kipas kan kalo panas bisa buat ngipas2. Nah lo ngapain bawa AC?
andi: oh ini yah gue nyalahin kalo gue kegerahan lah
mimin : oh gitu.
andi & mimin : nah elo jak ngapain bawa pintu mobil ?????
rojak : lah kan kalo kepanasan kacanya bisa gue buka.
Hari ke2
mereka di suruh berenang dikolam kosong.
mimin: ‘byurrrr …gila ndi dalem banget kolamnya ngeri tenggelam gua.
andi: ahh gitu aja lo masa gak bisa renang, nih gue gaya kodok kimpoi.
petugas : dalem hati ( wah rojak kayaknya udah sembuh nih dia tau kalo kolamnya kosong).
rojak : …
petugas : rojak kok gak ikutan renang bareng teman2 sih ??
rojak : hmm….
petugas : (kayaknya rojak beneran udah sembuh nih)
rojak: haduh bapak yg bener aja dong pagi2 gini di suruh renang kan airnya masih dingin saya nunggu siangan dikit deh pak.
Pada cerita diatas terdapat bahasa-bahasa Indonesia yang tidak digunakan sebagaimana mestinya, diantaranya :
>> Pada penulisa nama, tidak ada yang menggunakan huruf capital diawal, seharusnya penulisan seperti ini Mimin, Andi dan Rojak.
>> Pada kalimat : Hari pertama mereka dites dan ditaruh dipadang pasir.
Ditaruh bukan kata yang tepat karena mereka bukan barang, kata tersebut bisa digantikan dengan ditempatkan.
>> bawa, kalo, nyalahin, udah, ngapain, gak dan sebagainya.
Kata-kata tersebut merupakan kata yang tidak baku dan cenderung merusak ejaan Bahasa Indonesia.
>> Disana banyak sekali kesalahan dalam pengejaan, seperti gue dan lo, itu adalah kata baru yang mengikuti perkembangan jaman. Padahal baiknya adalah menggunakan saya dan kamu
>> Penggabungan dua kata seperti teman2 dan pagi2, seharusnya menggunakan tanda (-) untuk menggabungkannya, seperti teman-teman dan pagi-pagi
>> ahh gitu aja lo masa gak bisa renang,
Pada kalimat diatas, sangat jelas bahwa penulisan tidak menggunakan bahasa Indonesia.
Seharusnya seperti ini : begitu saja kamu masa kamu tidak bisa berenang.
>> Pada kata-kata seperti gila, sih, nih, haduh, dll.
Kata-kata tersebut adalah sebuah ngkapan ekspresi yang sekarang ini sering digunakan dalam percakapan sehari-hari dan seharusnya tidak digunakan dalam sebuah penulisan.
>> Penulisan tanda baca juga sangat tidak baik, karena EYD tidak digunakan sebagimana mestinya. (.), (,). (?), (!) dan tidak ada huruf-huruf capital di awal kalimat baru.
- Contoh Kalimat
Contoh kalimat salah :
1) Ani yang menjadi mahasiswa terbaik tahun ini
2) Ayah yang membelikan sepeda baru untuk adik.
3) Rapat untuk membahas hasil kerja tahun ini.
Setelah di benarkan :
1) Ani menjadi mahasiswa terbaik tahun ini.
2) Ayah membelikan sepeda baru untuk adik.
3) Rapat membahas hasil kerja tahun ini.
Penjelasan.
Suatu kata kerja dalam sebuah kalimat tidak dapat menduduki status predikat jika terletak di depan kata kerja terdapat kalimat yang, untuk dan lainnya. Kata menjadi, membelikan, dan membahas yang berfungsi sebagai predikat kalimat 1,2,3 tidak di dahului kata yang dan untuk.
sumber :
- http://wikipedia.com
- http://putrisukamto.blogspot.com/2010/10/ejaan-dan-diksi-tugas-bahasa-indonesia.html
- http://gakpunyablog.wordpress.com/2010/01/09/tugas-1-bahasa-indonesia/
nama : christina.apriani
kelas : 3ka25
Tidak ada komentar:
Posting Komentar